Laman

Minggu, 22 April 2012

Selasa, 17 April 2012 01:20 WIB
Modif Honda Supra X 125, 2012 (Jakarta)

Honda Supra X 125, Turun Balap Tanpa Karburator!


Di seri kedua Honda Racing Championship (HRC) di sirkuit Kemayoran akhir pekan lalu (14-15/4), ada yang berbeda di paddock Astra Motor Racing Team (ART). Salah satu motornya yang turun di kelas MP 1 bebek tune-up 125 cc bisa balap tanpa karburator!

Mustahil? Tentu tidak, kan sudah diganti pakai injeksi bahan bakar heee.. "Iya, kita sedang coba pakai injeksi," buka Benny Djatiutomo, tuner andalan ART yang juga pentolan Star Motor.

Sedikit kilas balik, sejak tahun lalu Star Motor sudah meriset tunggangan balap berinjeksi. Saat itu masih pakai Yamaha Jupiter Z meski belum dipakai turun balap. Di Honda, peralihan teknologi dari karburator ke injeksi bisa lebih cepat karena melanjutkan riset tahun lalu.

Untuk komponen yang digunakan, Star Motor mengaku lebih suka gado-gado. Beberapa komponen comot dari sistem injeksi dari Supra X 125, ada dari CBR 250R, ambil produk keluaran Keihin dan percaya pada ECU keluaran Vortex.

Komponen dari Supra X 125 kebanyakan berupa sensor. Part-nya comot dari sistem injeksi Supra X 125 generasi ke tiga. Yang dipakai mulai dari crankshaft position sensor, engine oil temperature dan manifold absolute pressure (MAP).  

Sedang throttle body dan isinya dari Keihin. Diameter throttle 28 mm sesuai regulasi bebek tune up 125 seeded. Throttle body ini dipasang lengkap dengan throttle position sensor dan air temperature sensor.
ECU Vortex full programmable untuk CBR 250R dan fuel pump dengan wadah khusus
Untuk fuel pump dipilih bawaan Honda CBR 250R. Tempatnya dibuatkan wadah baru berupa tabung di depan tangki. "Tangki asli Supra X 125 yang ada fuel pump-nya kan di belakang, padahal sasis kita tangkinya sudah pindah posisi ke depan. Makanya dibuatkan fuel pump baru," jelas Ade Rachmat, manager teknik ART pada fuel pump yang memiliki tekanan sekitar 38 psi ini.

Tekanan dari fuel pump diteruskan ke komponen penyemprot bahan bakar yang menggunakan injektor bawaan CBR 250R. Yang unik, posisinya bukan di intake tapi diletakan di luar tepat di depan moncong throttle body.

"Sudah riset beberapa posisi. Untuk sekarang, ini yang paling bagus pengabutannya," lanjut Ade yang juga jago oprek mesin mobil ini. Untuk meletakan injektor diluar, tim dari Star Motor sampai harus membuat sendiri corong throttle dan bracket-nya.
Injektor di moncong throttle body, pengabutan bahan bakar lebih bagus
Sedang otaknya, dipilih ECU Vortex full programmable untuk CBR 250R. "Karena programmable, pasang di mesin Supra X 125 enggak masalah," beber Benny Djati. ECU Vortex ini bisa mengatur kinerja semua sensor untuk menentukan timing dan jumlah semprotan bahan bakar sekaligus waktu pengapian.

Istimewanya, ECU ini juga bisa menyimpan 10 mapping dan punya tiga setingan manual untuk putaran bawah, tengah dan atas. Pada saat darurat, ketika dirasa mapping kurang enak bisa langsung disempurnakan dengan memutar setingan manual tadi tanpa membuka software di laptop.

Sayangnya pada penampilan perdananya kurang maksimal meski sebenarnya sudah kompetitif. Di race pertama, motor terasa brebet di putaran bawah. "Padahal atasnya sudah enak," kata Wawan Hermawan sang pilot yang dipercaya ngegas bebek injeksi ini.

Saat jeda menunggu race kedua baru ketahuan kalau sensor MAP-nya justru bikin setingan berubah-ubah. Kevakuman dari dalam ruang bakar sudah tinggi, MAP malah bikin ngaco. Akhirnya MAP di non aktifkan lewat ECU. Hasilnya menggembirakan!

Start dari posisi 18, Wawan Hermawan langsung melejit ke posisi 7. Tapi apes, karena terlalu bernafsu, over power membuat pembalap bernomor start 19 ini slide dan terjatuh. Apes..

Power Naik 1 hp
Mengantisipasi sistem injeksi bermasalah saat lomba, motor ini diseting dengan mesin yang sama seperti versi karburatornya. Semuanya sama persis dari klep, durasi kem hingga pilihan gear ratio.

Meski cuma ganti karburator ke injeksi peningkatan tenaganya lumayan. "Naiknya sekitar 1 hp jadi 23hp. Torsinya juga naik dari 14 Nm jadi 15 Nm," bangga Ade. (motorplus-online.com)

Data Modifikasi
Piston: Daytona
Knalpot: AHM
Sokbraker: Ohlins
Pelek: Racing Boy
Ban: FDR
 

Penulis : Popo | Teks Editor : KR15 | Foto : Popo

Minggu, 08 April 2012

Kawasaki Ninja 250 NHK CLD FDR

Kawasaki Ninja 250, 2010 (Jakarta)

Kawasaki Ninja 250, Juara Nasional Sport 250 cc


Bersama Kawasaki Ninja 250R yang dibesutnya, Ali Adrian berhasil jadi juara nasional kelas sport 250 cc. Sebenarnya selain buat balap, seting yang dimainkan bisa diikuti motor harian.

“Korekan aman banget, motor ini juga sekalian contoh buat konsumen harian,” ungkap Angga Kurniawan, owner Anjany Racing di Jl. Arteri Kelapa Dua No. 21, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Untuk memperbesar power, menggunakan seher JE buatan Amerika. Mengaplikasi piston diameter ukuran 62 mm. Diameter ini juga sama dengan piston standar Ninja 250R. Tapi, kelebihannya punya dome lebih tinggi.

"JE Pistons punya berbagai ukuran yang bisa menghasilkan varian kompresi. Dari 12,5 : 1 dan 13,5 : 1. Jadi, tinggal pilih saja. Kebetulan cocoknya pakai 13 : 1. Kalau untuk harian, bisa main di 12,5 : 1 saja,” tambah pria yang workshopnya dipenuhi pembesut Ninja 250 itu.

Malah sebelumnya, Ninja kelir merah-putih ini sempat dijejali piston 64 mm. Sehingga isi silinder jadi bengkak 265 cc. Sayangnya, power besar hanya ada di putaran bawah. Sedang di putaran atas, motor seakan mandek alias ogah lari!

Akhirnya balik lagi menggunakan seher 62 mm dan rasio kompresi dibuat 13 : 1. Didapat dari pemapasan dome piston. Sayangnya Angga lupa berapa ukuran papasnya. “Cuma diambil sedikit-sedikit aja kok sampai kompresi benar-benar 13 : 1. Namun kepala silinder enggak dipapas,” sebutnya Angga.

Menemani ubahan di ruang bakar, pasokan bahan bakar dan udara ikut dibenahi. Enaknya, Angga juga andalkan part bolt on. Buat suplai campuran udara dan bahan bakar, dipakai jeting kit merek Jet Up.

Tapi, besarnya asupan bahan bakar kudu diimbangi udara juga. Maka itu buat filter udara, pria ramah ini mengadopsi filter merek Two Bros. Dimensi part ini lebih besar dari filter aftermarket umumnya. Sengaja dipilih karena agar asupan udara yang masuk juga lebih banyak. Sehingga bahan bakar yang kombinasi dari 50% Pertamax dan 50% bensol itu bisa sempurna berbaur udara buat pengabutan di ruang bakar.

Sebagai transfer daya ke roda belakang, mengandalkan rantai merek Afam yang banyak dipakai di special engine. “Sengaja, agar enteng karena gak pakai O-ring. Juga minim gesekan. Putaran roda jadi ringan. Tapi, kekurangannya cepat kotor dan kering,” timpalnya.

Seting suspensi juga dimainkan demi handling sempurna. Per sok depan, diganti pakai merek BEET. Selain sedikit lebih keras, proses rebound juga lebih baik. Apalagi, oli sok depan digantikan perannya oli samping 2T Silkolene Pro2. Lalu buat buritan, sok belakang aplikasi merek RPM. Kelebihan sok ini, bisa adjust rebound yang diinginkan.

Mengimbangi bobot tubuh Ali yang 54 kg, kombinasi gir 14/ 44 mata diterapkan. Toh, bobot motor sendiri sudah sedikit berkurang lewat pelek Marchesini Racing. Ketika lintasan kering, buat belakang aplikasi lebar pelek 4 inci. Tapi, di saat hujan atau basah, mainkan yang 4,5 inci.

Akhirnya, juara nasional bisa diraih! “Terima kasih untuk sponsor yang sudah mendukung prestasi di 2011 ini,” sebut Angga yang mengusung nama tim Anjany NHK CLD FDR Sphinx Racing Team. Congratz, Bro! (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban depan : Battlax 120/60-17
Ban belakang : Battlax 150/60-17
Knalpot : CLD
Per Klep : CLD
Anjany Racing : (021) 536-79239

Penulis : Eka | Teks Editor : Nurfil | Foto : Endro

Underbone Kawasaki Edge Yogyakarta

Modifikasi Kawasaki Edge, 2011 (Yogyakarta)

Kawasaki Edge, Membalik Logika Jadi Juara Indoprix


Ibnu Sambodo sukses mengantar Kawasaki dan Haji Yudhistira menjadi juara IP 110 race kedua di seri pertama Sentul dua Minggu lalu. Kuncinya, hanya dengan ilmu seting karburator dengan membalik logika pemikiran yang biasa diterapkan mekanik tanah air.

Balapan dimanapun, tak lepas dari seting karbu. Sudah jadi logika umum, makin pendek sirkuit, campuran bahan bakar dibikin sekering mungkin. Sebaliknya, balapan di trek besar seperti Sentul gede, bahan bakar dibikin kaya. Dengan kata lain dibikin boros. Agar mesin tidak kepanasan dan meleduk akibat overheat.

Nah, logika inilah yang dibalik Pakde, sapaan akrab Ibnu. Menurutnya, "Bermain di Sentul Kecil, campuran bahan bakar malah dibikin kaya. Lebih kaya daripada seri Sentul Gede," tegas Ibnu Sambodho.

Di IP lalu, jetting Kawasaki Edge yang berkarburator Mikuni TM 24 ini diisi dengan spuyer gajah. Pilot-jet 35 dan main-jet 230/35. Padahal, saat di Sentul cuma menggunakan spuyer 200/40. “Ini bukan melawan logika berfikir. Tapi, saya hanya menggunakan ilmu fisika,” tegas pemilik tim Manual Tech ini.

Jelasnya begini. Untuk menghasilkan kinerja mesin kuat, ada dua hal yang diperlukan dalam hal pendinginan. Yang pertama, pendinginan mengantisipasi panas mesin, dan mengantisipasi temperatur udara.
Silinder head, kem dan klep tidak ada perubahan (kanan)

Logika umum, di Sentul Kecil, mesin tidak tidak memerlukan pasokan bahan bakar melimpah. Dengan Mikuni jetting 200/30 pun sebetulnya cukup untuk memenuhi kebutuhan mesin. Tapi, ada satu faktor yang banyak dilupakan. Bagaimana menjaga mesin tak hanya kencang, tapi juga terhindar dari overheat.

Teori dasar inilah yang dianut Pakde, sapaan akrabnya. Di Sentul kecil, justru memerlukan bahan bakar lebih banyak. Logikanya simple. Kawasaki Edge proses pendinginan hanya dibantu udara, tanpa air. Pendingin udara sangat optimal apabila motor bisa melaju dengan kecepatan lebih dari 120 km/jam.

Nah, di Sentul kecil, mana bisa mencapai kecepatan segitu dengan trek lurus yang hanya 150 meter. Dari data yang terekam di data logger, kecepatan rata-rata hanya 77 km/jam. Dengan jetting yang tiga step lebih besar dari motor kebanyakan pun temperatur mesin sudah mencapai 200 derajat Celsius. Bagaimana bila menggunakan spuyer kancil.

Dengan kondisi seperti itu, pendinginan melalui udara sangat tidak optimal. “Kecuali pembalap balapan sambil membawa kipas angin tambahan yang dihadapkan ke mesin,” kelakar Begawan 4-tak ini.

Makanya, pendingan dibantu melalui bahan bakar dengan menerapkan ajian spuyer gajah. Di Sentul, hanya motor Yudhistira yang terap spuyer gajah. Lainnya memakai jetting di bawah 200.

Itulah kenapa Yudhistira seolah makin lama motornya terlihat makin kencang. Start dari grid 11 terus melaju tanpa mesin ngedrop hingga menggapai podium pertama. Padahal, ”Bukan motor kami yang makin kencang. Tapi, konstan di 59,8 detik. Motor lain kencang di awal, tapi selebihnya ngedrop. Makanya terlihat pelan,” tambah pria asli Yogyakarta ini.

Tapi, spuyer gajah, bukan tanpa resiko. Menuntut pembalap jago gantung rpm. untuk urusan yang satu ini, "Yudhistira memang sudah ahlinya. Jadi itu bukan masalah besar," tutup Ibnu. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
CDI : Rextor
Klep : 27 dan 23
Sok : Daytona

Penulis : Ipunk | Teks Editor : KR15 | Foto : Herry AXL

Underbone New Blade Jakarta

Modif Honda Blade, 2011 (Jakarta)

Honda Blade, Bayi Perlu Obat Penurun Panas


QTT langsung ke-3 di kelas IP 110 cc. Ketika race beberapa lap memimpin paling depan

Nama Astra Motor Racing Team masih baru terdengar musim ini beredar di kancah balap nasional. Apalagi di arena IndoPrix (IP). Tapi, dengan punggawa sekelas Benny Djatiutomo, Honda Blade tunggangan Denny Triyugo dan Wawan Hermawan langsung curi perhatian. Terlebih karena Benny dan Denny dulu jadi gacoan tim Yamaha.

Apalagi, Benny dan krunya dikenal selalu mencoba dan memperkenalkan hal baru di balapan nasional. Termasuk di seri I IndoPrix (IP) 2012 yang baru lalu di Sentul kecil. Blade yang diusung dua jokinya memiliki sirip-sirip ‘tidak normal'. Ya, sirip tambahan di kepala silinder dan di kolong bak mesin.

Benny sendiri tidak terlalu fokus di situ. Menurutnya itu hanya salah satu kiat kecil untuk mendongkrak performa Blade di IP 110 cc. Namun, sang mekanik pendamping, Sugiarto Keke mengakui itu salah satu cara untuk meredam sifat panas Blade. Wah, mentang-mentang umurnya masih balita, masih perlu obat penurun panas, nih!

"Cuma coba-coba. Logikanya, sirip di silinder Blade sedikit. Untuk keperluan harian, memang panasnya tidak berlebih. Tapi, di balapan, dengan putaran mesin yang melebihi kewajaran, sirip tambahan ini diharap bisa membantu melepas panas mesin," komentar mekanik yang karib disapa Keke yang juga pernah menukangi merek lain.

Pemikiran Keke bisa benar. Apalagi, banyak yang menyebut Blade tuh karakternya 'panasan' kalau diadu di arena balap. Maksudnya, mesin cepat panas. Ada yang bilang jalur olinya kurang. Malah ada yang bilang partnya memang agak cepat panas. Namannya juga kata orang.

Toh banyak mekanik Honda akui urusan pendinginan dengan oli dan komponen mesin Blade sudah beres. Kan untuk balap banyak komponen mesin yang diganti. "Namanya juga coba-coba. Kalau bagus, kan bisa diterapkan sama yang lain. Kalau tidak, ya dicopot. Toh berat sirip tambahan ini tidak terlalu membebani," ulas Keke yang pakai pelat aluminium aslinya pendingin di komponen elektronik IC untuk sirip tambahan tadi.

Masih bicara pendinginan juga. Bagian kiri mesin, yaitu bak magnet pun seperti sarang tawon. Banyak coakan lubang memanjang. Diakui Keke, ini juga obat penurun panas untuk Blade. Bukan tidak mungkin, sistem pengapian Vortex yang menuntut putaran mesin tinggi, membuat mesin Blade lekas panas. Makanya, flywheel alias magnet pun wajib dikipasi. Apalagi, motor kilikan Benny biasanya punya putaran mesin yang cukup tinggi.

"Kayaknya sirip tambahan tadi ngefek juga. Ke depannya saya mau modifikasi tutup kepala silinder. Menggusur atau mengganti karet pakingnya agar panas lebih bisa disebar," lanjut Keke.

Sirip tambahan menangkap angin di kolong mesin, Pendinginan di kepala silinder, cuma ‘ditindik' las
Tapi, di jeroan mesin, Benny Djatiutomo masih menerapkan teori yang sama untuk mengolah dapur pacu Blade. Iya lah, kan teori ngorek mesin mah gak berubah. Cuma, dengan angka berbeda, kiatnya juga jadi lain.

Misalnya, Blade standarnya dibekali panjang langkah piston 55 mm. Ini beda dengan Jupiter-Z dikilikan Benny dulu yang menerapkan stroke 54 mm. Berpatokan pada teori kilik-mengilik 4-tak, langkah piston lebih panjang membuat karakter asli putaran mesin Blade punya torsi yang lebih tinggi. Tapi, agak sulit dipaksa berkitir lebih tinggi. Pasalnya, beresiko tinggi terhadap kekuatan piston dan komponen lain.

Memang, seperti pengakuan Benny, ia baru dua bulan memegang mesin Honda Blade ini. Masih perlu waktu untuk menemukan setelan yang pas. Makanya, ia pun tak banyak bicara soal spek mesinnya. Denny Triyugo pun nampak masih adaptasi dengan Blade. Terlihat di Sentul lalu, puntiran gasnya sering melewati limiter di pengapian. "Buat apa kalau masih jauh dari sempurna. Teori tetap sama hanya modifikasi sedikit sesuai spek," ujarnya.

Sementara ini, fokus Benny dan tim masih pada hal kecil. Ia masih mencari komponen yang pas untuk mengganti roller rantai keteng dengan lidah tensioner yang ditekan baut. Sebab, menurutnya tensioner model roller ini yang membuat setelah rantai keteng kurang sempurna.

"Roller membuat tegangan rantai keteng stabil. Tapi, roller yang ada masih cepat aus. Kalau lidah, lebih stabil dan kuat. Tapi, kita harus cari yang konstruksinya pas," jelasnya.

Benny juga mencoba pompa oli dari Thailand dan Jepang. Hasilnya kalau sudah sukses akan dilaporkan MOTOR Plus kepada pemirsa. Betul! (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Pengapian : Vortex
Knalpot : AHM
Piston : FIM
Sokbreker : Ohlins
Pelek : TDR

Penulis : Aries | Teks Editor : KR15 | Foto : Yudi

Underbone Jupiter Z 2009

Modif Yamaha Jupiter-Z, 2009 (Yogyakarta)

Yamaha Jupiter-Z, Tak Butuh Kompresi Tinggi!


Bukaan halus, keluar tikungan lebih cepat
Yamaha Jupiter Z besutan Fedri Effendy yang turun di kelas MP1 ini menjadi yang tercepat di Kejurnas MotoPrix Seri-I Region 2, Serang, Banten. Torehan waktu yang dibuatnya, konsisten bermain di 57,064 detik. Termasuk di race ke-2. Juga catat fastest lap 57,078 detik. Tapi, sejatinya Jupiter kelir merah-putih-biru ini tak butuh kompresi tinggi buat taklukan Stadion Maulana Yusuf!

“Sayangnya di race pertama gagal finish. Karena ada benturan pembalap lain. Di race ke-2 semua terjawab. Hasil ini sebagai tolak ukur dan modal kedepannya,” sebut Hasan Tandina, owner tim Yamaha Yamalube IRM PBM FDR NHK.

Lanjut! Seperti disebut di atas kalau Fedri enggak butuh power besar buat jinakan pacuannya. Sebab, Apri Wahyudi selaku tunner tim yang bermarkas di Jogja ini, beberapa kali malah turunkan kompresi Jupiter yang bermain di kelas bebek 125 cc 4-tak tune up seeded ini.

"Sebelumnya main di kompresi 12,8 : 1. Lalu diturunkan lagi jadi 12,6 : 1. Tapi, power masih kebesaran. Akhirnya dibikin jadi 12 : 1,” ungkap Apri yang punya dasar korek engine dari Sri ‘Ghandoel” Hartanto, sang paman sekaligus salah satu tunner senior tanah air.

Seting limiter dipatok di 14.500 rpm, Karburator Keihin PWK 28 mm, dukung akselerasi bawah
Sengaja kompresi diturunkan. Ini karena menyesuaikan gaya balap Fedri yang tak suka power bawah terlalu besar. Akibatnya ketika gas dibuka cepat, ban belakang jadi terlalu liar. Tapi, lewat kompresi yang diturunkan, pembalap bernomor start 98 ini pun bisa bejek gas tanpa perlu lama koreksi bagian belakang. Lepas tikungan, makin cepat!

Lalu untuk kepala silinder, dipapas 1 mm dengan bentuk kubah ikuti diameter piston. “Pernah coba kubah dibuat model bath tub. Tapi, malah kurang bagus. Beberapa kali mesin malah jebol,” tambahnya sembari bilang pakai bensol biru buat Jupiter ini.

Efek lain dari penurunan kompresi, dilakukan penyesuaian di seputar noken as. Kem alias noken as, durasinya diturunkan. Buat klep In, membuka 30º sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 63º setelah TMB (Titik Mati Bawah). Total durasi, jadi 273º.

Kalau melihat klep isap yang baru menutup mulai 63 setelah TMB, terlihat juga kompresi bersih cukup kecil. Menandakan power motor sangat smooth atau halus. Tidak membuat power galak.

Sedang buat klep ex, membuka 59º sebelum TMB dan menutup 37º setelah TMA. Total durasi buat klep buang, 276º. Jika dihitung secara keseluruhan, LSA (Lobe Separation Angle) jadi 104º. Punya LSA yang sedang.

“Sebelumnya sempat pakai durasi lebih tinggi. Tapi, power bawah masih kebesaran. Makanya diturunkan sedikit,” aku Apri.

Oh ya! Buat klep isap, dipakai merek EE yang diameternya dibuat jadi 29 mm. Klep buang, pakai Sonic dengan diameter 24 mm. Lalu, per klep andalkan per Jepang yang warna biru. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban : FDR 90/80-17
CDI : Rextor Pro Drag
Sok belakang : YSS
Main/pilot jet : 110/ 68
Knalpot : AHM

Penulis : Eka | Teks Editor : KR15 | Foto : Eka

Underbone Jupiter Z 2008

Modif Yamaha Jupiter-Z, 2008 (Yogyakarta)

Yamaha Jupiter-Z, Fokus Putaran Bawah


Power besar hantar Yoga Adi P raih podium tertinggi
Yamaha Jupiter-Z pacuan Yoga Adi Pratama melesat cepat. Membuat pembalap nomor start 115 ini berdiri di podium tertinggi Motoprix region 2 seri 1 di sirkuit Maulana Yusuf Serang, Banten. Tentunya, di kelas MP1 alias Bebek 125cc 4-tak tune up seeded. Dapur pacu, diseting buat fokus putaran bawah!

“Menyesuaikan sirkuit Serang yang punya beberapa tikungan patah, seluruh karakternya, hampir stop and go. Jadi musti punya power bawah kuat. Apalagi, treknya ada sedikit menanjak dan turunan,” seru Widia Kridalaksana, selaku tunner tim Yamaha Yamalube KYT 3M FDR Ridlatama.

Power yang dimainkan hasil fokus seting kompresi tinggi yang diterapkan. Perbandingan kompresi engine dibuat jadi 13,9 : 1. Lewat kompresi ini, akselerasi di putaran bawah seakan meledak-ledak.

Begitunya Gendut, sapaan akrab Widia, mengandalkan piston tipe forging. Jadi, tak takut part penggebuk ruang bakar itu hancur jika harus ‘memukul’ padatnya kompresi di ruang bakar.

Piston pakai punya TDR yang tipe forging diameter 55,25 mm. Pakai piston forging selain kuat kompresi tinggi, bobotnya juga lebih ringan dari piston biasa. Jadi, kruk-as juga punya beban lebih sedikit,” sebut tunner 25 tahun itu.

Kompresi 13,9 : 1, tak hanya didapat dari pemakaian piston saja. Setelah kepala silinder dipapas 0,5 mm, tinggi permukaan alias dome piston dibuat jadi 3,5 mm. Itu hasil pemapasan dome 3 mm dari aslinya piston forging TDR.

Lewat bentuk kubah head yang dibuat semi bath up, volume yang didapat jadi 10 cc berdasar hasil pengukuran metode buret. Oh ya, posisi piston dibuat mendem 0,4 mm dari bibir silinder. Tentunya posisi piston dalam keadaan top ya.

Piston dibuat mendem 0,4 mm, Karburator Keihin Sudco PWK 28 mm, bantu akselerasi bawah

Kompresi tinggi yang diterapkan, juga berimbas ke setang seher. Gendut yang memang berbadan besar ini, mengandalkan pendorong piston milik Yamaha Vega R. Terutama untuk yang kode part 5HV. “Setang Vega ini lebih kuat. Mungkin karena materialnya beda dan buatan Jepang. Jadi, ketika dipakai untuk balap, ketahanannya tetap terjaga,” jelas tunner asal Yogyakarta itu.

Demi mencukupi kebutuhan di ruang bakar yang butuh debit bahan bakar banyak, durasi kem dibuat ulang. Termasuk diameter payung klep. Pakai klep milik Honda Sonic, klep in main di 28 mm dan klep ex 24 mm.

Kem ambil dari punya Honda Estilo dan dibuat ulang. Alasannya, karena bentuk bumbungan kem juga gemuk ketimbang part standar. “Durasi dibuat jadi 275º. Itu berlaku untuk klep in dan ex,” sebut Gendut lagi.

Selain kucuran campuran bensol dan udara lebih lama, lewat durasi kem yang dibuat ulang ini, angkatan klep alias lift klep bisa dibuat lebih tinggi. Yaitu, 8,9 mm. Akibatnya klep membuka tinggi dan lama sehingga banyak kucuran bensol yang masuk ruang bakar.

Sebagai pengimbang power yang keluar dari engine, seting akselerasi juga dimainkan lewat gigi rasio. Buat gigi 1, 13/36 mata. Gigi 2, 16/26 mata dan gigi 4 pakai 21/25 mata. Semua dikombinasi lagi lewat final gear 14 mata buat depan dan 41 mata di belakang. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
Ban : FDR MP76 90/80-17
CDI : Rextor Pro Drag
Sok belakang : YSS
Knalpot : AHM
Karburator : Keihin Sudco PWK 28



Penulis : Panji | Teks Editor : KR15 | Foto : Aong

Underbone New Blade

Modif Honda Blade, 2011 (Jakarta)

Honda Blade, Enggak Perlu Power Bawah!

Owie Nurhuda. Podium satu!
Honda New Blade pacuan Owie Nurhuda, enggak perlu power bawah terlalu besar buat bertengger di podium 2 (race 1) dan ke- 1 (race 2). Tentunya, di kelas bebek 110 cc tune up seeded (MP-1) di ajang Honda Racing Championship di sirkuit Brigif 15 Kujang II, Cimahi, Jawa Barat.

“Menyesuaikan karakter balap Owie yang suka rolling speed. Jadi, lebih fokus seting putaran atas aja,” sebut Adlan Songa selaku tunner tim Honda MS Nissin Top-1 KYT FDR Denso TDR. Perbandingan kompresi yang diterapkan pun hanya bermain di 13 : 1.

Agar napas engine lebih panjang berkitir, Songa fokus di porting lubang inlet dan exhaust. Diameter inlet dibuat 24,5 mm dan exhaust 20 mm. “Inlet sempat dibuat 24,2 mm. Tapi, power masih kurang,” bilang tunner 39 tahun itu.

Seting porting, dikombinasi klep EE yang diameter payung klepnya dibuat 27,3 mm (in) dan 23 mm (ex). Durasi kem, bermain di 275º. Klep ini, juga turut menyesuaikan seting putaran atas.

Klep isap dibuat membuka 34 sebelum TMA (Titik Mati Atas) dan menutup 61. Katup buang membuka 55 sebelum TMB dan menutup 40 setelah TMA.
Magnet YZ125 tapi tanpa balancer di sisi kanan.Klep EE batang sedikit lebih kecil dari Sonic. Sehingga lebih ringan
Suplai bahan bakar dan udara di putaran atas, ikut didukung lift klep tinggi. Buat klep isap, angkatan klep maksimal dibuat 8,8 mm. Sedang klep buang, 9,3 mm. Jangan kaget kalau lift klep buang sengaja dibuat lebih tinggi, lho!

Menurut tunner Betawi ini, karena posisi lubang exhaust di Honda New Blade lebih ke bawah. “Pernah coba lift dibuat sama. Tapi, cuma torsi saja yang didapat. Napas bawah kuat, atasnya kurang,” aku Songa yang aplikasi knalpot R9 tipe Mugelo buat dukung power keluar sempurna. Menurut Songa, knalpot R9 fleksibel. Bisa pesan sesuai trek, mesin dan rider. (motorplus-online.com)
Penulis : Eka | Teks Editor : KR15 | Foto : Boyo, Eka